Thursday, September 13, 2012

Pernah ada Monorel hutan (forestry monorail) di Jawa



Eksploitasi hutan di Jawa sudah dilakukan sejak era VOC. Sebelum tahun 1900, pengangkutan kayu jati dari area tebang hingga ke tepi sungai atau ke jalan raya ditarik dengan tenaga manusia atau ternak,  lalu dihanyutkan ke sungai dengan rakit atau diangkut cikar sampai ke Tempat Penimbunan Kayu (houtstapelplaats).  



Menjelang tahun 1900,  bersamaan waktunya dengan pembangunan jalur spur (kereta api), pengusaha hutan swasta membangun pula jalur rel hutan yang lorinya di dorong oleh tenaga manusia.  Jalur rel hutan ini dibuat melintas hutan menuju jalur spur atau jalan raya atau tepi sungai.  Jalur rel hutan perdana tenaga manusia dibangun  di persil (perceel) Tempuran Jawa Tengah.  Satu di lembah Kali Jorong sampai ke Kali Tuntang dekat Kedung Jati, yang satu lagi di lembah Kali Watu sampai ke Kali Tuntang dekat Ngambak.

       
Dengan ditinggalkannya cikar (ossenkar) untuk pengangkutan kayu hutan, seperti yang dilakukan pengusaha hutan swasta, pengusaha hutan swakelola di Jawa juga membangun jalur rel hutan tenaga manusia.  Jalur rel (bi-rails track) hutan perdana dibangun di houtvesterij (area kehutanan) Kradenan Utara Jawa Tengah tahun 1901-1902. 

Namun demikian, jalur rel Boschwezen (swakelola/jawatan hutan) ini kemudian dianggap tidak layak.  Karena struktur tanah hutan jati di Jawa yang tidak sama dan berbukit serta intensitas hujan yang tinggi, maka membutuhkan investasi jalur pengangkutan dan persyaratan teknis yang tinggi agar tidak menimbulkan kecelakaan ketika pengangkutan.  

Oleh karena itu, pada tahun 1908-1909 HJL Beck (houtvester Surabaya Utara) menggagas  sistem angkutan monorel hutan, yang dapat mengatasi kesulitan jalur rel hutan. Tingginya investasi infrastruktur rel dan biaya pemeliharaan jalur,  investasi untuk penggusuran tanah, juga hambatan pengangkutan di musim hujan dimana jalur rel dan jalan darat tidak dapat dilalui, dapat diatasi dengan sistem monorel.  Gagasan Beck kemudian di implementasikan oleh Van der Ven dari houtvesterij Grobogan.


Konsep monorel hutan adalah satu rel dikokohkan (structure in W-form system) diatas penopang kayu yang tidak sama panjang, sehingga tanpa ada penggusuran tanah dan kayu penopangnya digunakan kayu yang bernilai rendah.  Monorel gantung ini mempunyai kapasitas angkut sampai dengan 6 meter kubik atau setara dengan 5 ton kayu. 

Mulai dari tahun 1909 sampai dengan 1915 dibangun beberapa jalur monorel di houtvesterij Jawa Timur dan Jawa Tengah.  Menurut informasi, jalur monorel digunakan di houtvesterij Grobogan, Undakan, Monggot, Cepu, Djombang-Babat.

Namun sejak 1919-1920, monorel berangsur lenyap, digantikan oleh jalur rel dengan penarik lokomotif  uap sejalan dengan sistem eksploitasi hutan yang berubah. 

 
Rencana Ziarah Spoor untuk penelusuran kembali jalur monorel di Jawa terkendala dengan minimnya informasi dan tidak adanya pemetaan yang di publikasikan.

(di tulis oleh Pramono dari Ziarah Spoor)

Pustaka informasi dan foto :
Sejarah Kehutanan Indonesia, by Departemen Kehutanan
Rich Forests, Poor People: Resource Control and Resistance in Java, by Nancy Lee Peluso
FAO Corporate Document Repository, Forestry Department
De Monorail van Grobogan, Pentalpha nl.
Tropenmuseum of the Royal Tropical Institute.nl